SU’UDZ-DZAN DAN ANALISIS POLITIK
Kangpoer.staff. Banyak orang yang belum memahami secara detil masalah ini, yakni hubungan antara su’udz-dzan dan analisis politik. Kebanyakan umat Islam memang telah memahami bahwa su’udz-dzan adalah haram, meski demikian banyak diantara mereka yang justru su’udz-dzan kepada saudaranya sesama Muslim, terutama kepada mereka yang berbeda organisasi dakwah.
Mereka sering su’udz-dzan dengan menuduh saudaranya itu selalu su’udz-dzan.Masalah ini memang membutuhkan pembahasan yang agak mendalam dan harus dibahas dengan pelan-pelan. Jika tidak, biasanya kita akan terjerumus pada kesalah-pahaman, bahkan menurut istilah anak muda sekarang: gagal-paham.Memang benar, bahwa su’udz-dzan itu haram di dalam Islam, dan Islam melarangnya dengan sangat-sangat keras.
Ada banyak sekali ayat al-qur’an dan hadits shahih yang melarang kita su’udz-dzan kepada sesama Muslim.Pertanyaannya: apakah semua su’udz-dzan dilarang oleh Islam? Adakah su’udz-dzan yang diijinkan? Bagaimana meletakkan masalah ini secara proporsional? Lalu, apa kaitannya su’udz-dzan dengan analisis politik? Su’udz-dzan atau berburuk sangka terhadap sesama Muslim memang dilarang keras oleh Islam. Allah swt telah melarangnya di dalam banyak ayat, misalnya surat al-Hujurat ayat 12. “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka (dzan), sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain.
Sukakah salah seorang diantara kalian memakan dagin saudaranyan yang sudah mati? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang” (QS. Al-Hujuraat:12).Di dalam hadits shahih riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Janganlah kalian berprasangka (dzan), karena sesungguhnya prasangka itu pembicaraan yang paling dusta. Janganlah kalian saling mencari-cari berita atau mendengarkan aib orang, janganlah kalian mencari-cari keburukan orang, janganlah kalian saling menipu, janganlah kalian saling mendengki, janganlah kalian saling membenci, janganlah kalian saling memboikot, dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara” (HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim). Dan ada ratusan hadits shahih yang maknanya sama dengan hadits ini.Jadi, su’udz-dzan itu memang larangan keras di dalam Islam.Terkait surat al-Hujurat 12, sebab turunnya ayat (asbabun nuzul)-nya, sebagainya di jelaskan Imam al-Qurthuby dalam tafsirnya adalah sebagai berikut: Peristiwa itu bermula dari kebiasaan Rasulullah saw saat melakukan perjalanan, dimana Rasulullah saw sering menggabungkan seorang lelaki miskin kepada dua orang lelaki kaya.Dalam kasus ini, Rasulullah saw pernah menggabungkan Salman kepada dua orang lelaki kaya. Singkat cerita, pada saat dua orang kaya tersebut lapar (tidak ada makanan yang dapat dimakan) maka merekamenyuruh Salman untuk meminta makanan kepada Rasulullah saw Setelah bertemu Rasulullah saw, Beliau berkata kepada Salman, “Pergilah engkau kepada Usamah bin Zaid, katakanlah padanya, jika dia mempunyai sisa makanan, maka hendaklah dia memberikannya kepadamu”Setelah bertemu dengan Usamah, ternyata Usamah mengatakan bahwa beliau tidak memiliki apapun.
Akhirnya Salman kembali kepada kedua orang kaya tersebut dan memberitahukan hal itu (tidak adanya makanan). Namun kedua orang tersebut berkata, “Sesungguhnya Usamah itu mempunyai sesuatu, tapi dia itu kikir”.Akhirnya kedua lelaki tersebut memata-matai Usamah untuk melihat apakah Usamah memiliki sesuatu atau tidak. Tindakan mereka ini akhirnya terdengar olehRasulullah saw dan Beliau bersabda,”Mengapa aku melihat daging segar di mulut kalian berdua?” Mereka berkata, “Wahai NabiAllah, demi Allah, hari ini kami tidak makan daging atau yang lainnya.” Rasulullah saw bersabda, “Tapi, kalian sudah memakan daging Usamah dan Salman”. Maka turunlahayat ini, “Hai orang-orang yang beriman jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa”.Jadi, su’udz-dzan itu memang haram menurut Islam. *** Terdapat pertanyaan penting untuk diajukandalam masalah ini: apakah semua su’udz-dzan itu haram dan dilarang?Ternyata tidak.Dalilnya adalah surat al-Hujurat ayat 12 tersebut.
Di dalam ayat tersebut dikatakan inna ba’dlo adz-dzanni itsmun (sebagian perasangka adalah dosa). Artinya (atau mafhum mukholafah-nya)ada sebagian jenis su’udz-dzan yang tidak berdosa.Su’udz-dzan kepada sesama Muslim yang baik (secara dzahirnya) itu haram. Namun, su’udz-dzan kepada orang yang sering membuat permasalahan, yang sering mendzalimi orang, dan yang sering membuat kedustaan itu dibolehkan.
Dengan demikian, maka kita akan lebih hati-hati danterhindar dari keburukan yang akan dilakukan oleh orang tersebut.Karena itu Imam al-Qurthuby dalam tafsirnya menjelaskan bahwa maksud firmanAllah swt diatas adalah: “Janganlah kalian mempunyai dugaan buruk terhadap orang yang baik, jika kalian tahu bahwa pada zahirnya mereka itu baik.”Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa para ulama berkata, “Prasangka yang terlarang adalah prasangka yang tidak ada sebabnya, seperti seseorang dituduh berzina atau mengkonsumsi khamr, misalnya, padahal tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan pada tuduhan tersebut dalam dirinya.”Imam al-Mahdawi mengatakan: “Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat bahwa memiliki prasangka buruk (su’udz-dzan) terhadap orang yang zahirnya baik adalah tidak boleh. Namun tidak masalah mempunyai prasangka buruk (su’udz-dzan) terhadap orang yang zahirnya buruk.”Imam Ibnu Hazm dalam Kitab Akhlaq Was Sair halaman 109 menyatakan: “Mengenai su’udz-dzan (berprasangka buruk), sebagian orang mengira bahwa itu tercela secara mutlak.
Padahal yang benar tidaklah demikian. Buruk sangka yang tercela adalah buruk sangka yang menyebabkan pelakunya melakukan hal-hal yang tidak boleh dilakukan menurut agama atau tindakan tidak terpuji. Jika bersih dari hal-hal di atas, buruk sangka adalah bagian dari hati-hati dan sikap hati-hati adalah hal yang terpuji.”Jadi, kesimpulannya, berprasangka buruk (su’udz-dzan) yang dilarang adalah prasangka yang tidak memiliki tanda dan sebab yang pasti. Maksudnya, bila orang yang kita curigai itu pada zahirnya baik, tidak ada informasi sebelumnya tentang keburukan yang dia pernah lakukan, maupun tabiatnya yang memang tercela, serta memang orang tersebut dikenal sebagai orang yang “baik”, maka kita tidak boleh berprasangka buruk kepada orang tersebut. Berbeda bila orang tersebut memang terkenal keburukannya, suka menipu, suka berbuat onar, mencari masalah, yang pada intinya orang tersebut memang terkenal dengan tabiat buruknya, suka berbuat keburukan terang-terangan, suka bermesraan dengan orang kafir dan merendahkan umat Islam, maka diperbolehkan kita berhati-hati dan tidak langsung percaya terhadap apa yang dikatakannya (harus dilakukan cek dan ricekkebenaran yang diucapkannya). Bahkan orang seperti, boleh disebarkan sifat-sifat dan kejahatan-kejahatanya, sehingga masyarakat tidak menjadi korbannya.
Tentang hal ini Rasulullah saw bersabda:”Sampai kapan kalian segan untuk menyebutkan kesesatan orang yang sesat. Sebutkanlah apa yang ada padanya (kesesatannya) hingga ia dikenali masyarakat dan diwaspadai bahayanya” (HR. Al-Baihaqi, Syu’abul Iman, No. 9337) *** Sebagaimana telah dimaklumi, bahwa orang yang paling berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat (orang banyak) adalah para pemimpin pemerintahan. Jika mereka berbuat makruf, maka kemakrufan itu akan dirasakan oleh semua masyarakat.
Tetapi, jika mereka berbuat mungkar, maka kemungkarannya juga akan dirasakan oleh semua masyarakat. Keputusan mereka itulah yang akan berlaku di masyarakat, dan masyarakat harus menerimanya baik suka atau tidak suka. Misalnya, saat diputuskan BBM naik, maka masyarakat harus membeli dengan harga baru, baik suka atau tidak, baik terpaksa atau tidak.Karena itu, jika pemimpin baik, maka akan baik masyarakat. Tetapi, jika pemimpin buruk dan jahat, maka masyarakat akan mengalami penderitaan yang luar biasa.Kita semua berharap bahwa para pemimpin kita adalah orang-orang yang baik dan menerapkan sistem hukum yang baik.
Orang yang baik adalah orang yang tunduk kepadaAllah swt dalam segala aspek kehidupan, sementara sistem aturan yang baik adalah sistem aturan yang datang dari Allah, Dzat Yang Maha Baik.Secara pribadi, para pemimpin di dunia Islam saat ini memang beragam, ada yang baik, namun tidak dipungkiri ada yang sangat jahat. Namun, dengan sistem demokrasi seperti sekarang ini, mereka (yang baik atau yang jahat) harus mengikuti aturan main yang ada di dalamnya, yaitu bahwa yang berdaulat adalah rakyat.
Dalam demokrasi, sistem hukum harus berasal darirakyat, bukan Allah swt. Aturan Allah swt boleh dipakai asal sudah disetujui oleh rakyat (wakil rakyat). Dengan rule of game demokrasi, ini akhirnya para pemimpin dunia Islam, tidak menerapkan hukum Allah swt, kecuali hanya sebagian saja. Padahal, sebagaimana disampaikan Allah swt di dalam al-Qur’an bahwa orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah swt itu cuma ada tiga kemungkinan: fasiq [al-Maidah 47], dzalim [al-Maidah 45] atau kafir [al-Maidah 44] (jika ia meyakini bahwa ada yang lebih baik dari hukum Allah swt).Terlebih lagi, mereka sering sekali berbohong kepada masyarakat untuk kepentingan dirinya, kelompoknya, pendukungnya, backing-nya atau bisa jadi malah untuk kepentingan negara-negara imperialis, baik mereka sadar atau tidak. Mereka mengambil suatu kebijakan yang menyengsarakan rakyat, tetapi menyatakan “demi kepentingan rakyat”. Mereka juga berkolaborasi dengan negara-negara imperialis untuk menguras kekayaan rakyat dan negeri. Diantara prinsip yang terkenal dari para politisi machivelian adalah “menghalalkan segala cara demi meraih tujuan politik”.
Dengan semua fenomena yang ada, sangat sulit untuk mepercayai apasaja yang mereka katakan, dan itu berlangsung bukan hanya sekali atau dua kali, tetapi berkali-kali.Para pemimpin saat ini adalah seperti yang disampaikan oleh Rasulullah saw sekitar 1400 tahun yang lalu: “Sesungguhnya akan ada sesudahku para pemimpin. Siapa saja yang membenarkan mereka di dalam kebohongan mereka dan membantu kezaliman mereka, maka ia bukan golonganku dan aku pun bukan golongannya. Ia tidak akan masuk surga menemaniku di telaga. Sebaliknya, siapa yang tidak membenarkan mereka di dalam kebohongan mereka dan tidak membantu kezaliman mereka, maka ia termasuk golonganku dan aku termasuk golonganny. Ia akan masuk ke telaga bersamaku” (HR an-Nasa’i, al-Baihaqi dan al-Hakim).Dalam situasi seperti ini, apakah diperbolehkan su’udz-dzan kepada mereka secara syar’i?Dalam keadaan seperti ini, kita dibolehkan su’udz-dzan kepada mereka.
Bahkan, kita memang seharusnya tidak percaya begitu saja apa yang disampaikan. Sebagai gantinya, kita harus mencoba menggali dan meneliti dari semua kebijakan dan ucapannya, lalu kita sampaikan kepada umat agar melakukan muhasabah kepada mereka. Proses inilah yang dinamakan analisis politik (at-tahlil as-siyasy). Dengan analisis politik ini kita diharapkan dapat memahami hakikat sesungguhnya yang terjadi, sehingga umat dapat terhindar dari bahaya kebijakan politik pemimpin yang mendzalimi rakyat.Memang aktivistas politik seperti ini cukup beresiko. Tetapi menurut Rasulullah saw, mereka yang melakukan aktivitas ini, seandainya terbunuh maka mereka digolongkan sebagai sayyidus syuhada’. Rasulullah bersabda: “Pemimpin para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthalibserta seseorang yang berkata yang haq di hadapan penguasa yang dzalim dan melakukan amar makruf nahi mungkar terhadapnya, lalu penguasa itu membunuhnya.” (HR. al-Hakim, ath-Thabraniy dan al-Haitsamy).Melakukan analisis politik, memang tidak mudah.
Dalam melakukan analisis politik kita harus memonitoring terhadap setiap berita dan peristiwa politik, secara terus menerus dan kontinyu, tanpa ada yang terputus. Selanjutnya menghubungkan kejadian dan peristiwa tersebut dengan kejadian dan peristiwa lainnya, juga mengaitkannya dengan konstelasi politik dunia beserta perubahan-perubahnnya. Saat melakukan analisis politik, juga harus dibedakan antara pihak yang memanfaatkansituasi dan peristiwa (pendompleng) dan pihak yang benar-benar berada di balik itu (aktor utama). Pasalnya, bisa jadi yang berhasil mengambil keuntungan dari sebuah kejadian politik bukanlah aktor utamanya. Karena itu, analisis politik tidak bisa dilakukan dengan sembarangan. Analisis politik hanya bisa dilakukan oleh orang yang bersungguh-sungguh.
Dengan analisis politik yang baik, ia bisa memahami perkara-perkarayang tersembunyi dan terselubung dari setiap peristiwa dan kejadian; siapa aktor dan apa tujuannya; mana yang mungkin terjadi dan mana yang tidak?Dengan analisis politik yang murni, insya Allah kita akan terhindar dari “penyesatan politik”. Dengan kewaspadaan kepada para aktor politik ini, umat bisa dihindarkan dari malapetaka dan kedzaliman para pemimpin yang seharusnya melayani mereka dengan sebaik-baiknya.Umat ini sungguh telah berkali-kali terjebak pada proses yang sama. Padahal Rasulullahsaw bersabda: “Tidak selayaknya seorang mukmin dipatok ular dari lubang yang sama dua kali” (HR. al-Bukhari dan Muslim). Apalagi jika dipatok ular berkali-kali dari lubang yang sama!!!.HT sama sekali tidak pernah su’udz dzan kepada seorang muslim yang secara lahiriahadalah orang baik.
Sebaliknya, HT memang selalu melakukan analisis politik dengan sungguh-sungguhdan menyampaikannyakepada umat secara rinci dan jelas, agar umat tidak tertipu dan terdzalimi. Hanya saja, terkadang sebagain umat memang ada yang belum memiliki kesadaran politik, sehingga di matanya HT tampak selalu bersikap su’udz dzan. Namun, seandainya mereka mau membuka sedikit matanya, insya Allah pandangannya akan berubah.Wallahu a’lam.
Oleh : Ustadz Choirul Anam